Apa itu Herpes? Inilah Jenis-Jenis Herpes

Herpes adalah kelompok virus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi virus herpes umumnya ditandai dengan kulit kering, luka lepuh, atau luka terbuka yang berair. Herpes simplex virus (HSV) dan varicella- zoster virus adalah dua jenis virus herpes yang cukup sering menyerang manusia. Virus ini dapat menyerang siapa saja. Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi virus ini dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang sedang lemah adalah faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terinfeksi virus herpes.

Secara keseluruhan, virus herpes terbagi ke dalam tiga kelompok. Pembagian kelompok virus herpes adalah sebagai berikut:

Alfa herpesvirus

Kelompok virus ini memiliki siklus berkembang biak yang cepat, memiliki fase infeksi laten (tersembunyi tanpa gejala), dan bisa kambuh. Contoh alfa herpesvirus adalah HSV tipe 1 dan 2, serta varicella-zoster virus.

Beta herpesvirus

Kelompok virus ini memiliki siklus berkembang biak yang panjang. Sel yang terinfeksi sering kali membengkak dan virus dapat tersembunyi di dalam tubuh. Beberapa sel yang sering terinfeksi virus ini adalah sel darah merah, ginjal, dan kelenjar sekretori. Contoh beta herpesvirus adalah cytomegalovirus, herpesvirus 6, dan herpesvirus 7.

Gamma herpesvirus

Kelompok virus ini khusus menyerang bagian sel atau limfosit T atau B pada tubuh manusia. Contoh gamma herpesvirus adalah Epstein-Barr virus dan human herpesvirus 8.

Penyebab Herpes

Terdapat delapan jenis virus herpes yang dapat menyerang manusia, yaitu herpes simplex virus type 1 (HSV 1), herpes simplex virus type 2 (HSV 2), varicella-zoster virus (VZV), Epstein-Barr virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), herpesvirus 6 (HBLV), herpesvirus 7, dan herpesvirus 8 sarkoma kaposi.

Artikel ini akan fokus membahas kelompok alfa herpesvirus yang paling sering menyebabkan infeksi, yaitu:

Herpes simplex virus type 1 (HSV 1)

HSV 1 merupakan jenis virus herpes yang sering menyebabkan herpes oral (mulut) atau herpes labial (bibir). Akan tetapi, HSV 1 juga dapat menyebar dari mulut ke alat kelamin dan menyebabkan terjadinya herpes kelamin (genital) pada orang yang menerima seks oral dari penderita herpes oral.
HSV 1 dapat menyebar melalui kontak langsung dari penderita herpes ke orang yang sehat. Contohnya adalah lewat berciuman, berbagi pakai peralatan makan, atau berbagi kosmetik bibir, seperti lipstik.
HSV 1 juga dapat ditularkan dari penderita HSV 1 yang tidak mengalami gejala. Faktanya, sebagian besar penderita HSV 1 tertular oleh penderita yang tidak mengalami gejala. Namun, risiko penularan akan lebih tinggi jika terjadi kontak dengan penderita yang mengalami luka terbuka akibat HSV 1.

Herpes simplex virus type 2 (HSV 2)

HSV 2 merupakan penyebab utama penyakit herpes genital. Infeksi virus ini bisa kambuh, frekuensi kekambuhannya akan bervariasi pada tiap penderitanya.
Virus HSV 2 menyebar melalui kontak langsung dengan luka yang dimiliki penderita herpes, misalnya saat hubungan seksual. Selain itu, HSV 2 juga dapat ditularkan dari ibu kepada bayinya pada saat persalinan.

Varicella-zoster virus (VZV)

VZV merupakan virus yang menjadi penyebab cacar air (varicella) dan cacar ular (herpes zoster). Cacar air terjadi ketika varicella-zoster virus menginfeksi seorang untuk pertama kali.
Sedangkan, herpes zoster atau dikenal juga dengan herpes kulit terjadi saat virus VZV yang mengalami fase laten kambuh kembali atau saat seseorang terinfeksi virus ini dari seseorang yang sedang menderita herpes zoster.
VZV utamanya menular melalui kontak langsung dengan penderita cacar air. Infeksi virus ini dapat dikenali dengan timbulnya bintil kulit yang berisi cairan (vesikel). VZV juga dapat menular melalui kontak langsung dengan cairan yang ada di dalam vesikel atau percikan liur yang keluar saat penderita bersin atau batuk.

Biasanya, virus sudah berada di dalam tubuh penderita selama 7–21 hari sebelum ruam atau gejala lainnya muncul. Namun, penderita sudah dapat menularkan virus varicella-zoster ke orang lain sejak 48 jam sebelum munculnya ruam.

Mengenal Gejala Dermatitis Perioral dan Pengobatannya


Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang biasa dialami oleh manusia. Dermatitis juga terdiri dari beberapa jenis. Salah satu jenis yang cukup umum adalah dermatitis perioral yang menyerang daerah mulut. Apa penyebab dan gejala dermatitis perioral?

Mengenal Dermatitis Perioral dan Gejalanya

Sesuai dengan namanya, dermatitis perioral merupakan suatu bentuk dermatitis atau peradangan kulit yang terjadi di sekitar mulut. Perioral sendiri berarti di sekitar mulut. Namun, gejala yang muncul juga bisa menyebar ke hidung, dagu, dahi, bahkan mata.

Dermatitis perioral dapat menyebabkan ruam benjolan merah. Benjolan kecil ini terkadang berisi nanah atau cairan. Benjolan dari dermatitis perioral juga bisa terlihat seperti jerawat.

Selain ruam benjolan merah, dermatitis perioral juga bisa menyebabkan sensasi terbakar atau gatal. Perasaan ini dapat terjadi jika ruam pada kulit pasien memburuk.
Dermatitis perioral dapat dialami oleh semua umur, ras, dan etnis. Namun, dermatitis ini lebih sering terjadi pada wanita berusia 16-45 tahun. Dermatitis perioral juga dapat dialami oleh anak-anak dari segala usia.

Kasus dermatitis perioral yang tidak diobati dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, masalah kulit ini mengancam akan muncul kembali pada pasien. Periode dermatitis perioral dapat berlangsung beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan.

Apa sebenarnya penyebab dermatitis perioral?

Dermatitis ini diperkirakan terjadi setelah penggunaan kortikosteroid topikal dosis tinggi untuk mengatasi masalah kulit lainnya.

Semprotan hidung yang mengandung kortikosteroid dan beberapa bahan kosmetik juga dikatakan menyebabkan dermatitis perioral. Sementara itu, produk krim kulit yang mengandung bahan berbasis petroleum jelly dan parafin dapat memperparah dermatitis ini.

Pengobatan dermatitis perioral oleh dokter

Dermatitis perioral dapat diobati dengan strategi dokter berikut:

Penghentian kortikosteroid

Menurut penelitian, langkah pertama dalam mengobati dermatitis perioral adalah berhenti menggunakan kortikosteroid topikal atau semprotan hidung. Bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan memburuknya kondisi kulit pasien.

Namun, Anda harus berbicara dengan dokter Anda sebelum Anda berhenti minum kortikosteroid. Dokter Anda mungkin juga meminta Anda untuk berhenti menggunakan krim wajah dan pasta gigi yang mengandung fluoride.

Obat-obatan

Selain menghentikan obat dan produk tertentu, dokter Anda mungkin juga meresepkan obat tertentu untuk mengobati dermatitis perioral, misalnya:

  • Antibiotik topikal, seperti metronidazol dan eritromisin.
  • Krim imunosupresif, seperti krim pimecrolimus atau tacrolimus.
  • Obat jerawat topikal, seperti adapalene atau asam azelaic.

Dermatitis perioral dapat menyebabkan ruam pada mulut dan sekitarnya. Pengobatan oleh dokter dapat dilakukan dengan menghentikan pemicunya dan memberikan obat-obatan tertentu. Anda juga perlu melakukan perubahan gaya hidup untuk mengobati dermatitis perioral.